Sejarah Palang Merah

Sejarah palang merah bermula ketika seorang pemuda bernama Hendry Dunant mengadakan perjalanan dari Swiss menuju Prancis (Juli 1859). Kala itu perang antara Italia dan Prancis melawan Austria tengah berkecamuk dengan hebatnya. Ketika sampai di kota Solferino (Italia), Dunant menyaksikan pemandangan yang mengerikan. Puluhan ribu tentara yang terluka atau telah menjadi mayat bergelimpangan di jalan. Bersama penduduk setempat, Dunant lalu menolong tentara yang terluka. Sejak itu peristiwa Solferino selalu menghantuinya. Dunant lalu menulis buku berjudul "A Memory Of Solferino (Un Souvenir de Solferino atau kenangan dari Solferino)" yang dicetak di Jenewa pada Oktober 1862. Buku itu ia kirimkan kepada rekan-rekannya di Eropa.

Dalam bukunya itu, Dunant mengemukakan pemikirannya akan perlunya sebuah perkumpulan untuk korban perang, tanpa memandang ras dan kebangsaan. Akhirnya, bersama beberapa rekannya, Dunant mendirikan Palang Merah Internasional.

Slogannya yang sangat terkenal adalah Tutti Fratelli yang artinya Kita Semua Bersaudara. Seusai Perang Dunia II yang menelan banyak korban, dunia memandang perlu menyempurnakan aturan perang.

Pada Agustus 1949, dunia menyepakati Konvensi Jenewa, sebuah aturan tentang perang yang wajib dipatuhi negara manapun. Isi Konvensi Jenewa diantaranya adalah larangan menyerang rakyat sipil, jalur komunikasi, atau tempat ibadah.

Konvensi Jenewa juga memberi hak istimewa bagi Palang Merah untuk menolong korban dari pihak manapun. Henry Dunant lahir di Jenewa (Swiss) pada 8 Mei 1828. Karena jasanya mendirikan Palang Merah Internasional, ia memperoleh penghargaan Nobel Perdamaian pada tahun 1901. Sembilan tahun kemudian, ia meninggal dunia pada 30 Oktober 1910. Untuk mengenang jasa Dunant, hari kelahirannya diperingati sebagai hari Palang Merah Dunia. Kini Palang Merah menyebar di berbagai negara, termasuk di Indonesia dengan nama Palang Merah Indonesia. Di Timur Tengah namanya sedikit berbeda, yakni Bulan Sabit Merah.

Dalam berbagai perang, Palang Merah bekerja merawat korban yang terluka. Ia juga ikut mengawasi agar pihak-pihak yang bertikai menghormati aturan perang yang tercantum dalam Konvensi Jenewa. Namun, meski aturannya, tetap saja perang membawa kepedihan dan luka. Bukankah lebih baik tidak ada perang sama sekali ?

Henry Dunant pasti lebih berbahagia jika tidak ada perang sehingga Palang Merah lebih leluasa menolong korban bencana alam.